Percakapan

Aku bermimpi tadi malam.

Tentang percakapan.

Itu serasa nyata.

Antara Tuhan dan aku.

**

Y2FuZGxlX2luX3RoZV9kYXJrLmpwZw==

Dalam gelap, dingin dan aku berada di dasar sumur tua. Dindingnya penuh lumut dan tumbuhan pakis yang basah. Sedang aku memeluk lutut dengan kedua tangan. Sendiri. Pundak serasa berat.

“Tuhan, peluklah aku.”,

“Aku sudah lelah dan tak ingin apa-apa dari dunia sekarang..”,

“Sampai sini saja?.”, suara itu datang bersamaan gemercik air.

“Dalam harapan aku hidup, tubuh ini rapuh dan kotor.”, ucapku lirih.

“Bagaimana dengan tiga adikmu?.”,

“Siapa yang akan menjaga mereka?.”,

Aku gamang.

“Siapa tahu orang ini kelak jadi pemelihara puluhan anak yatim – dari setiap satu (anak yatim) itu kelak bisa memberi makan ribuan fakir miskin.”,

“Siapa tahu orang ini kelak akan memikul amanat dari manusia lalu membawanya ke tempat yang tinggi.”,

“Tapi..”,

“Siapa yang tahu?.”,

“Engkau Maha Tahu.”

“Setiap penjahat punya masa lalu.”

“Apa kau menginginkan penilaian manusia melebihi penilaian-Ku?.”,

Aku malu, segera mundur lalu pamit.

**

Aku terbangun pada malam dingin. Karena jendela terbuka tak ku kunci. Hujan tadi malam membuat jalan-jalan menjadi basah. Beberapa gerobak nasi goreng pulang jam dua. Mereka tak untung banyak.

Lalu aku menunggu waktu subuh dengan sebatang rokok, sehabis sembahyang malam. Angin jadi satu dengan pepohonan dan tak ada motor yang lalu lalang. Semuanya sepi. Memandangi langit membuatku romantis dan kelam.

Akhirnya aku sadar, aku yang membuat segalanya menjadi terbalik. Mimpi itu menyadarkanku akan sebagian diriku yang hilang .

Langit yang biru dan awan yang putih, malam membuatnya seperti itu (terbalik) dan mengajarkan aku lewat tanda-tanda kesunyian yang hilang pada pikiran manusia.

Aku masih harus belajar. Karena yang indah tak selamanya menghibur.

Seperti yang pujangga pernah katakan. Di ujung sana, Tuhan lebih tahu.

basah-hujan